Bicara Wanita – Suku Quraisy adalah suku yang berada di Arab. Suku inilah yang mendapat keistimewaan dari Allah SWT karena dari suku ini lahir seorang Penghulu Para Nabi, yakni Rasulullah SAW. Penamaan Quraisy berasal dari nama lain Fihr yang merupakan leluhur Nabi Muhammad, nabi dan rasul utama dinul Islam. Di mana Fihr kemudian menurunkan sampai Qushay bin Kilab. Nama Quraisy tidak dikenal selain pada zaman Qushay.
Wanita Quraisy
Berbicara tentang wanita Quraisy, di dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan tentang hal ini sebagaimana berikut ini.
“Sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah wanita shalih dari Quraisy; paling sayang pada anak di usia kecilnya dan paling menjaga suami pada yang dimilikinya.” (Muttafaq alaih)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan,
“Sabda beliau tentang wanita yang mengendari unta, merupakan isyarat tentang Arab. Karena mereka adalah orang-orang yang banyak mengendarai unta. Dan sebagaimana yang diketahui bahwa Arab lebih baik dari yang lainnya secara mutlak dan umum. Maka, bisa diambil pelajaran darinya keutamaan wanita Quraisy secara mutlak di atas seluruh wanita.”
Yang dimaksud dengan wanita yang mengendarai unta adalah wanita Arab. Al Qostholani dalam Irsyadus Sary menjelaskan, “Dikhususkan Arab di antara manusia lain dan dikhususkan Quraisy di antara Arab sebuah petunjuk bahwa Arab paling mulia di antara manusia dan yang paling mulianya adalah Quraisy.”
Rasulullah berasal dari Quraisy. Al Quran sendiri diturunkan dengan Bahasa Arab dengan logat Quraisy. Salah satu surat yang menyebut suku dalam Al Quran adalah Surat Quraisy. Di mana Allah mengisyaratkan beberapa kelebihan mereka (Budi Ashari).
Secara lugas, hadits di atas menyampaikan tentang ciri wanita shalihah itu sendiri. Wanita shalihah tidak disematkan semata khusus untuk wanita quraisy. Ini bukan sebuah fanatisme ataupun ashobiyah.
Sikap ashobiyah atau fanatisme golongan, suku, bangsa adalah kebiasaan jahiliyah. Dinul Islam adalah pandangan hidup yang menentang dan menyelisihi kebiasaan jahiliyah. Tidak ada perbedaan yang antara orang Arab dan Non Arab, kecuali hanya ketakwaan kepada Allah SWT.
Dalam pandangan dinul Islam, wanita shalilah itu menyayangi anak di usia kecilnya. An Nawawi dalam Al Minhaj menyatakan maksud paling sayang pada anak di usia kecilnya adalah sayang kepada anak-anak, lembut, baik dalam mendidik mereka, memberikan hak-hak mereka kalau mereka yatim dan sebagainya.
Selain itu, menjaga yang dimiliki suami. Ibnu Baththal menjelaskan maknanya, memperhatikan suami mereka, menjaga harta. Hal itu dikarenakan kemuliaan jiwa para istri, sedikitnya kesalahan pada suami mereka, sucinya mereka dari tipu daya kepada suami dan mendebat mereka. Ibnu Hajar juga menjelaskan “Paling melindungi dan menjaga amanahnya, memelihara dan meninggalkan mubadzir dalam menafkahkan.”
Bagi seorang wanita, muslimah hendaknya memperhatikan maksud dari hadits tersebut. Disebutkan dengan terang tentang ciri-ciri wanita shalilah itu sendiri. Di dalam Al Quran sendiri disebutkan bahwa.
“…. Sebab itu maka wanita yang shalih adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka.. (TQS. An Nisa: 34).
As Suddi dan yang lainnya berkata: Yaitu menjaga suaminya dalam dirinya saat sedang tidak ada, demikian juga menjaga hartanya. (Tafsir Ibnu Katsir).
Sungguh istimewa wanita dengan ciri seperti ini. Kasih sayang anaknya terpenuhi karena ia sendiri penuh dengan kasih sayang. Kasih sayang yang dilimpahkan pada anak-anaknya akan mengantarkan anaknya kepada kesuksesan, sebagaimana ibunda para mujahid dan ulama. Ia juga menjadi sesuatu yang istimewa di mata suaminya, karena ketaatannya kepada Allah dan RasulNya serta kepada suaminya selama tidak berada dalam maksiat. Ia menjadi seorang shalihah karena ketaatannya, bukan yang lain.