Wahai Muslimah, Sudahkan Anda Mengganti Puasa Ramadhan Anda? Begini Tata Caranya

By | 04/23/2016

Mengganti Puasa Ramadhan – Salah satu problem yang sering di dapati oleh seorang wanita muslimah terkait dengan puasa ramadhan adalah mengganti puasa Ramadhan yang tidak sempat ia laksanakan dengan sempurna di saat bulan Ramadhan karena mengalami haidh atau datang bulan dan nifas.

Haidh atau datang bulan merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh wanita. Itu sudah menjadi ketentuan Allah SWT pada diri seorang perempuan. Namun demikian, Allah SWT dengan kasih sayangnya dalam dinul Islam masih memberikan kelonggaran dan tata cara mengganti puasa Ramadhan yang terlewatkan.

Mengganti Puasa Ramadhan

Lantas, bagaimana cara mengganti puasa Ramadhan?

Mengganti atau mengqadha (membayar utang puasa) merupakan suatu kewajiban bagi seorang wanita sebelum datang Ramadhan berikutnya.

Mengqadha (membayar utang) puasa merupakan salah satu mekanisme syariat Islam dalam pelaksanaan puasa Ramadhan karena suatu hal yang dibolehkan oleh syariat sehingga tidak dilaksanakan pada waktunya.

Mengqadha puasa Ramadhan oleh syariat hanya berlaku untuk bagi seorang perempuan dikarenakan mengalami haidh atau nifas. Qadha puasa ini tidak berlaku bagi mereka yang sengaja membatalkan puasanya, seperti melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan Ramadhan. Maka dalam hal ini syariat Islam memiliki aturan tersendiri.

Baiknya diganti pada bulan Syawal, Disegerakan
Khusus wanita yang mengalami haidh atau nifas pada saat bulan Ramadhan, maka tidak diwajibkan untuk berpuasa.

“Barangsiapa diantara kalian yang mendapati bulan (Ramadhan) maka hendaklah ia berpuasa, dan barangsiapa yang sakit atau berpergian (lalu ia tidak berpuasa) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari yang lain.”(Q.S. Al Baqarah [2]: 185)

Maka puasa Ramadhan yang tertinggal tersebut harus diganti di luar bulan suci Ramadhan, semisal setelah bulan Ramadhan yakni pada bulan Syawal.

Mengganti puasa Ramadhan pada bulan Syawal memiliki keuntungan, karena disaat dilaksanakan penggantian puasa Ramadhan pada bulan Syawal maka seorang perempuan bisa terhindar dari sikap menunda-menunda kewajiban.

Selain itu, mengganti puasa Ramadhan pada bulan Syawal juga bisa menguatkan. Hal ini dikarenakan, pada bulan ini biasanya masih banyak ummat Islam yang berpuasa karena di dalam bulan ini masih terdapat anjuran untuk berpuasa 6 hari setelah Ramadhan. Sehingga suasana semarak berpuasa kaum muslim masih tinggi. Hal ini bisa meningkatkan semangat untuk mengganti puasa Ramadhan yang tidak bisa dilaksanakan.

Tentang menunda-nunda penggantian puasa Ramadhan, maka hal ini termasuk perkara yang tidak dianjurkan.

Kebolehan menuda pembayaran atau penggantian puasa Ramadhan bagi wanita harus tetap berada pada kebolehan dalam syariat (ada udzur syar’i).

Memiliki utang puasa namun belum menggantinya, maka terdapat tiga kemungkinan.

Pertama, keadaan wanita tersebut tidak memungkinkan untuk melaksanakannya dikarenakan sakit.

Tentang hal ini, Aisyah (istri Rasulullah) pernah berkata: “Dahulu aku memiliki tanggungan/hutang puasa Ramadhan, dan tidaklah aku bisa mengqadha’nya (karena ada halangan sehingga tertunda) kecuali setelah sampai bulan Sya’ban.” (H.R. Al-Bukhari)

Kedua, wanita tersebut sengaja mengulur-ulur atau menunda-nunda pelaksanaan penggantian puasanya. Maka dalam hal ini ia mesti bertobat kepada Allah SWT karena telah menunda-nunda kewajibannya.

Ketiga, ia tidak tahu mekanisme syariat mengenai wanita yang tidak bisa melaksanakan puasa Ramadhan secara full dikarenakan terdapat halangan. Maka, terdapat dua kemungkinan; ia memang belum tahu karena belum sampai ilmu tersebut kepadanya dan atau ia malas untuk mencari atau mendengarkan ilmu dan nasehat agama terkait dengan hukum-hukum seputar puasa.

Ada pula yang tidak melaksanakan penggantian puasa Ramadhan dikarenakan ia sudah tidak tahu persis (ragu) berapa puasa yang ia tinggalkan. Maka dalam hal ini, ia berpuasa berdasarkan perkiraan saja sampai keraguannya bisa hilang.

Haruskah pembayaran hutang puasa harus berturut-turut?

Pembayaran utang puasa, tidak mesti berturut-turut. Disesuaikan dengan kemampuan, jika ia mampu untuk melaksanakannya secara berturut-turut (namun harus memperhatikan juga waktu-waktu yang tidak dibolehkan berpuasa), maka hal ini lebih bagus. Karena ini bisa meminimalkan dari sikap menunda kewajiban.

Namun, jika ia tidak mampu maka boleh ia membayar utang puasanya secara terpisah-pisah.

Artikel menarik lainnya: Inilah 4 Doa untuk Mendapatkan Keturunan yang Baik

Demikianlah, pembahasan mengenai hutang puasa Ramadhan yang belum dibayarkan. Semoga pembahasan ini bermanfaat buat anda.