Bicara Wanita – Mata adalah nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Dengan mata ini, manusia melihat alam dan jagat raya ini. Melihat keanekaragaman ciptaan Tuhan, meneliti, memperhatikan interaksi manusia dan melihat sesama manusia.

Perkara memandang atau melihat dalam kehidupan manusia, tidak semua harus dilihat atau bebas untuk dipandang. Terdapat hal-hal yang dibolehkan oleh manusia untuk dilihat atau dipandang.

Syahwat dalam Islam

Syariat Islam juga demikian adanya. Allah SWT memberikan anugerah untuk melihat. Memandang pada dasarnya mubah, dibolehkan. Namun, pada kenyataannya ada hal-hal dimana muslim harus menjaga pandangannya. Salah satunya ialah bagaimana ia memandang dengan syahwat.
Memandang dengan syahwat pun masih banyak yang masih absurd atau tidak paham tentang batasan dan kebolehan-kebolehan apa saja yang dipandang. Pada pembahasan kali ini, belum membahas masalah demikian. Di postingan lain, admin Bicara Wanita akan membahasnya dalam uraian mengenai batasan atau pengertian saja. 
Kesempatan ini admin akan membahas tentang defenisi, pengertian, atau batasan memandang dengan syahwat. Biar clear gitu.
Memandang dengan syahwat terkait dengan sifat atau gharizah yang dimiliki oleh manusia. Gharizah adalah naluri manusia. Gharizah yang bertanggung jawab dalam hal manusia memandang dengan syahwat adalah gharizah melanjutkan keturunan. Manusia cenderung kepada lawan jenisnya. Sehingga dengan kecendrungan ini, ia akan berusaha mengetahui atau bahkan berinteraksi dengan lawan jenisnya. Pria dan wanita.
Pergaulan antara pria dan wanita dalam Islam, tidak bebas. Namun diatur sedemikian rupa demi kemaslahatan hidup manusia. Termasuk di dalamnya perkara memandang wanita atau melihat pria.
Memandang adalah kunci atau jalan bagi akal untuk memikirkan sesuatu. Ini juga berlaku di saat manusia, memandang lawan jenisnya. Pandangannya terhadap lawan jenisnya akan membentuk pemikiran bagi akalnya. Sehingga dikatakan bahwa mata adalah kunci pembuka hati, sedang memandang kepada lawan jenis dapat mengantarkan kepada fitnah dan perzinahan.
Begitu jauh dan dahsyatnya efek dari memandang itu, sehingga bisa mengantarkan kepada terjerumusnya kepada dosa besar. Oleh karena itu sangat perlu dan penting untuk mengetahui tentang batasan-batasan dan pengertian umum dari memandang dengan syahwat.
Firman Allah SWT yang artinya: “Katakanlah kepada orang-orang mu’min laki-laki: hendaklah mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya; karena yang demikian itu lebih bersih bagi mereka. Sesungguhnya Allah maha meneliti terhadap apa-apa yang kamu kerjakan. Dan katakanlah kepada orang-orang mu’min perempuan: hendaknya mereka itu menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan jangan menampak-nampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak daripadanya, dan hendaknya mereka itu melabuhkan tudung sampai ke dadanya, dan jangan menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya atau kepada ayahnya atau kepada mertuanya atau kepada anak-anak laki-lakinya atau kepada anak-anak suaminya, atau kepada saudaranya atau anak-anak saudara laki-lakinya (keponakan) atau anak-anak saudara perempuannya atau kepada sesama perempuan atau kepada hamba sahayanya atau orang-orang yang mengikut (bujang) yang tidak mempunyai keinginan, yaitu orang laki-laki atau anak yang tidak suka memperhatikan aurat perempuan dan jangan memukul-mukulkan kakinya supaya diketahui apa-apa yang mereka rahasiakan dari perhiasannya.” (an-Nur: 30-31).
Dalam ayat di atas, Allah SWT mensyariatkan kepada wanita dan pria untuk menjaga pandangannya. Tidak ada perbedaan, semuanya harus menjaga pandangan.
Memandang dengan syahwat dimaksudkan adalah memandang atau melihat sesuatu yang bisa menimbulkan hasrat biologis (naluri melanjutkan keturunan) dikarenakan permainan khayalan atau fantasi pemikiran. Memandang dengan syahwat tidak semata dibuka atau diransang dengan melihat lawan jenis, pria atau wanita. Tetapi, bisa pula dikarenakan oleh yang lain, bentuk yang sama kemudian difantasikan sehingga menimbulkan gelora naluri.
Dalam ayat di atas disampaikan untuk menundukkan sebagian pandangannya. Hal ini mengindikasikan bahwa ada memandang lawan jenis itu boleh, namun ada lagi aturannya. Pandangan ke lawan jenis harus dijaga. Menjaga pandangan yang dimaksud adalah membatasi memandang kepada lawan jenis dengan cara tidak mengamat-amati kecantikannya dan tidak lama menoleh kepadanya serta tidak melekatkan pandangannya kepada (memandang terus menerus sampai hilang atau lawan jenisnya berlalu) yang dilihatnya itu.
Terkait hal ini, maka memalingkan pandangan ke lawan jenis itu dianjurkan dengan kaidah seperti dalam hadits berikut.
Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)

Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat.” (Riwayat Bukhari).

Jadi, pandangan mata yang penuh dengan syahwat dianggap pula sebagai zina. Zinanya mata yaitu memandang dengan syahwat.

Berzina dengan mata dimaksudkan adalah memandang lawan jenis sehingga ia sampai memuaskan naluri, syahwat biologisnya dengan jalan melanggar syara’.

Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati berhasrat dan berangan-angan dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan atau didustakannya.” (HR. Bukhari-Muslim).

Baca juga: Doa untuk Anak

Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tentang memandang secara tiba-tiba, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam memberi perintah kepadaku, ‘Palingkanlah pandanganmu.’.” (diriwayatkan oleh Muslim).

Imam An-Nawawy mengatakan, “Pandangan kepada selain mahram secara tiba-tiba tanpa maksud tertentu, pada pandangan pertama, maka tak ada dosa. Adapun selain itu, bila ia meneruskan pandangannya, maka hal itu sudah terhitung sebagai dosa.” ( Syarh Shahih Muslim 4/197).

Semoga pembahasannya bermanfaat [] Bicara wanita